Wednesday, 4 February 2015

Analisis Psikologi Sastra

Dwi Puspaningrum
Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Yogyakarta
2013

Makalah yang ditulis untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah psikologi sastra.


BUNUH DIRI YANG MENJADI TRENDING TOPIC DALAM CERPEN
“BUNUH DIRI” KARYA MANAF MAULANA
(Cerpen diambil dari Kedaulatan Rakyat, edisi Minggu Pahing, 14 Desember 2014)

A.    Latar Belakang
Cerpen berjudul “Bunuh Diri” karya Manaf Maulana yang dimuat dalam rubrik Budaya koran Kedaulatan Rakyat pada tanggal 14 Desember 2014 ini menceritakan tentang bunuh diri yang sudah menjadi trending topic dalam suatu negara. Peristiwa ini diawali oleh seorang pengusaha sekaligus politisi yang bernama Gabrul merasa gagal karena capres yang didukung kalah. Dan Gabrul harus menanggung hutang yang ditidak bisa dilunasinya. Akhirnya Gabrul memutuskan untuk bunuh diri. Namun bunuh diri yang dilakukannya ini tidak biasa, karena dalam proses bunuh dirinya itu ditayangkan di stasiun televisi.
Setelah meninggalnya Gabrul, teman-teman Gabrul merasa terkejut sekaligus iri kepadanya. Mereka tertarik untuk mengikuti Gabrul, bunuh diri yang ditayangkan televisi. Benar saja, akhirnya banyak kemudian yang meniru bunuh diri ala Gabrul. Dan kasus bunuh diri beruntun ini ditayangkan langsung sejumlah televisi dan menjadi trending topic di berbagai sosial media. Hingga semakin banyak orang yang berlomba-lomba untuk melakukan bunuh diri dengan ditayangkan di televisi dan diliput awak media.
Dari garis besar cerita tersebut tampak bahwa cerpen  “Bunuh Diri” menceritakan kondisi para pelaku bunuh diri yang terjadi dalam suatu negara dan telah menjdi trending topic. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tulisan ini mencoba memahami masalah bunuh diri  yang dialami pelaku bunuh diri dengan menggunakan teori-teori psikologi, terutama psikologi abnormal.

B.     Bunuh Diri Kaitannya dengan Psikologi Abnormal
Menurut Linehan & Shearin (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427) banyak profesional kesehatan mental kontemporer menganggap bunuh diri secara umum sebagai upaya individu untuk menyelesaikan masalah, yang dilakukan dalam kondisi stres berat ditandai pertimbangan atas alternatif yang sangat terbatas di mana akhirnya penihilan diri muncul sebagai solusi terbaik.
Selanjutnya menurut Baumeister (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427)  Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari penelitian dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan kuat untuk lari dari kesadaran diri yang menyakitkan, yaitu kesadaran yang menyakitkan atas kegagalan dan kurangnya keberhasilan yang diatribusikan orang yang bersangkutan pada dirinya. Melupakan kenyataan dengan kematian tampak lebih dapat ditoleransi daripada terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan akan berbagai kekurangannya.
Stephens berpendapat bahwa kesadaran yang diasumsikan menimbulkan penderitaan emosional yang berat, mungkin depresi. Ekspetasi tinggi yang tidak realistis sehingga kemungkinan gagal memenuhi ekspetasi tersebut, memegang peranan sentral dalam perspektif tentang bunuh diri ini (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427).
Dan menurut Pratiknya, bunuh diri dilakukan kerana kehilangan makna hidup dan harapan hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa bahwa hidupnya sia-sia. Akibatnya orang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. 
Dalam peristiwa bunuh diri yang telah banyak dilakukan oleh sebagian orang untuk mengakhiri hidupnya ini ternyata peran media sangat berpengaruh terhadap meningkatnya bunuh diri dalam suatu wilayah. Hal ini seperti pendapat Gould & O’Carroll  (melalui Durand & Barlow, 2006:329) tentang alasan orang ingin meniru sebuah tindakan bunuh diri, pertama, peristiwa bunuh diri sering didramatisir oleh media. Disamping itu, pemberitaan media seringkali menggambarkan metode-metode yang digunakan untuk bunuh diri secara terperinci, sehingga dapat menjadikan pedoman bagi calon korban. Hanya sedikit laporan tentang kelumpuhan, kerusakan otak, dan konsekuensi tragis lain yang diakibatkan oleh percobaan bunuh diri yang tidak tuntas, atau bahwa bunuh diri hampir selalu terikat dengan gangguan psikologis. Yang lebih penting bahkan lebih sedikit lagi yang ditulis di media tentang kenyataan bunuh diri adalah metode yang sia-sia untuk menyelesaikan masalah.

C.    Bunuh Diri yang Menjadi Trending Topic dalam cerpen “Bunuh Diri”
Pembahasan kali ini mengenai bunuh diri yang dialami oleh para pelaku dalam cerpen “Bunuh Diri” karya Manaf Maulana. Cerpen ini  merupakan salah satu cerpen yang mengangkat cerita tentang bunuh diri.
Dalam cerpen “Bunuh Diri” ini diceritakan bahwa ada seorang tokoh bernama Gabrul yang ingin bunuh diri karena merasa gagal total gara-gara capres yang didukungnya kalah pilpres. Dan kini Gabrul menanggung hutang yang sulit untuk dilunasinya.

Sehabis menonton tayangan langsung acara blususkan presiden di tv, Gabrul tiba-tiba ingin bunuh diri. Sebagai pengusaha dan politisi dirinya merasa gagal total gara-gara mendukung capres yang kalah pilpres. Sudah banyak uang dihabiskan untuk kampanye capres yang didukungnya. Kini dirinya menanggung banyak utang yang sulit dilunasinya, karena capres yang didukungnya kalah pilpres. Harapannya untuk bisa menikmati uang dari proyek-proyek negara telah hilang.

Kasus bunuh diri yang ingin dilakukan oleh Gabrul ini dapat dimasukkan ke dalam psikologi abnormal. Bunuh diri menjadi salah satu pilihan untuk menyelesaikan masalah. Seperti yang diungkapkan Linehan & Shearin (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427) banyak profesional kesehatan mental kontemporer menganggap bunuh diri secara umum sebagai upaya individu untuk menyelesaikan masalah, yang dilakukan dalam kondisi stres berat ditandai pertimbangan atas alternatif yang sangat terbatas di mana akhirnya penihilan diri muncul sebagai solusi terbaik.
Selain itu, pilihan bunuh diri yang ingin direalisasikan oleh Gabrul karena ia merasa putus asa, capres yang didukungnya kalah pilpres. Kini dirinya menanggung banyak utang yang sulit dilunasinya, karena capres yang didukungnya kalah pilpres. Harapannya untuk bisa menikmati uang dari proyek-proyek negara telah hilang. Atas dasar inilah Gabrul bermaksud untuk melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapinya.
Hal ini dikuatkan oleh Baumeister (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427)  Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari penelitian dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan kuat untuk lari dari kesadaran diri yang menyakitkan, yaitu kesadaran yang menyakitkan atas kegagalan dan kurangnya keberhasilan yang diatribusikan orang yang bersangkutan pada dirinya. Melupakan kenyataan dengan kematian tampak lebih dapat ditoleransi daripada terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan akan berbagai kekurangannya.
Kekalahan Gabrul dalam pilpres dan gagalnya untuk ikut menikmati uang dari proyek-proyek negara pada capres yang didukungnya membuat penderitaan emosional yang berat, atau bahkan mungkin sampai depresi. Seperti pendapat Stephens bahwa kesadaran yang diasumsikan menimbulkan penderitaan emosional yang berat, mungkin depresi. Ekspetasi tinggi yang tidak realistis sehingga kemungkinan gagal memenuhi ekspetasi tersebut, memegang peranan sentral dalam perspektif tentang bunuh diri ini (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427).
Bahkan bunuh diri yang dilakukan dapat terjadi karena kehilangan makna dan harapan hidup. Menurut Pratiknya, bunuh diri dilakukan kerana kehilangan makna hidup dan harapan hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa bahwa hidupnya sia-sia. Akibatnya orang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. (Pratiknya, 1995:104).
Dalam cerpen “Bunuh Diri” peristiwa selanjutnya, Gabrul berencana untuk melakukan bunuh diri yang ditayangkan langsung di televisi. Setelah menentukan tempat yang dianggapnya cocok untuk bunuh diri akhirnya Gabrul benar-benar melakukan bunuh diri.

“Aku akan bunuh diri dengan cara seperti dihukum gantung sampai mati. Bunuh diri yang akan kulakukan harus menghebohkan. Sebelumnya, aku akan mengundang wartawan berbagai media. Bagi semua wartawan yang ingin meliput atau menayangkan langsung proses bunuh diri bisa datang di lokasi.” Gabrul bergumam sambil membayangkan proses bunuh diri yang akan dilakukannya, yang ditayangkan langsung oleh sejumlah stasiun tv dan diliput pers dalam negeri dan luar negeri.
Gabrul lantas mengingat-ingat sejumlah lokasi yang dianggap cocok untuk melakukan bunuh diri. Sekilas Gabrul teringat pulau kecil bernama Pulau Panjang di wilayah Jepara Jawa Tengah yang pernah dikunjunginya.
Ya, di pulau kecil itu ia akan melakukan bunuh diri, dengan cara gantung diri, di depan sejumlah wartawan yang diundangnya secara khusus. Waktu yang dianggap paling cocok untuk bunuh diri adalah siang hari, agar kamera wartawan bisa merekamnya dengan sejelas-jelasnya.
Setelah kematian Gabrul banyak teman-temannya yang merasa terkejut sekaligus iri. Dan mereka merasa tertarik ingin menirunya, bunuh diri dengan ditayangkan di televisi.
Hanya dirinya dan semua wartawan yang diundangnya yang tahu bahwa dirinya akan bunuh diri. Karena itu ketika siang itu tayangan langsung bunuh dirinya muncul di tv, banyak kawannya yang terpana. Mereka terkejut, tapi juga iri. Mereka sangat tertarik ingin menirunya: bunuh diri dengan ditayangkan tv.
“Semua yang hidup akan mati, kenapa tidak bunuh diri seperti yang dilakukan Gabrul?” gumam seorang elite partai yang merasa bosan berpolitik dan bahkan bosan hidup lagi. Lantas esoknya bunuh diri seperti yang dilakukan Gabrul: ditayangkan langsung tv yang mengagetkan banyak orang, tapi juga makin merangsang banyak orang yang sudah bosan hidup.
Kasus bunh diri yang dimulai oleh Gabrul ini mendapatkan sambutan yang baik. Bahkan dari hari ke hari banyak orang yang mengikuti jejal Gabrul.
Esoknya, lagi-lagi ada kasus bunuh diri yang ditayangkan langsung di tv dan diliput berbagai media. Polisi sebagai pelindung masyarakat gagal mencegah kasus bunuh diri yang sudah direncanakan oleh pelakunya. Polisi mengaku kesulitan mencegah kasus bunuh diri karena pelakunya bisa merahasiakannya dan juga menggap bunuh diri sebagai hak asasi manusia.

Kasus bunuh diri beruntun yang ditayangkan di televisi menjadi trending topic diberbagai sosial media, dan menjadi tema talk show yang digelar disejumlah stasiun dalam dan luar negeri. Anehnya tak ada yang membully pelaku bunuh diri, sebaliknya semua pelaku bunuh diri sebagai mana layaknya pahlawan bangsa, karena logikanya pelaku bunuh diri nyata-nyata berani mati. Hal ini dapat terjadi kerana adanya peran media yang menyebarluaskan informasi tentang bunuh diri yang dilakukan oleh Gabrul, dan mendapatkan sambutan baik dalam masyarakat. Sejalan dengan itu, Gould & O’Carroll  (melalui Durand & Barlow, 2006:329) tentang alasan orang ingin meniru sebuah tindakan bunuh diri, pertama, peristiwa bunuh diri sering didramatisir oleh media. Disamping itu, pemberitaan media seringkali menggambarkan metode-metode yang digunakan untuk bunuh diri secara terperinci, sehingga dapat menjadikan pedoman bagi calon korban.
Cara bunuh diri yang ditayangkan secara detail membuat calon korban dapat menirukannya dan dijadikan pedoman. Disamping itu tidak adanya pemberitaan yang menyebutkan dampak  jika gagal bunuh diri sangat menyakitkan. Seperti ungkapan Gould & O’Carroll  (melalui Durand & Barlow, 2006:329) Hanya sedikit laporan tentang kelumpuhan, kerusakan otak, dan konsekuensi tragis lain yang diakibatkan oleh percobaan bunuh diri yang tidak tuntas.
Diakhir cerita, presiden di negara tersebut mengatakan bahwa tindakan bunuh diri sangat baik daripada mati berpredikat sebagai koruptor, presiden juga berharap semakin banyak orang yang bunuh diri untuk menghindari jeratan hukum atau kasus korupsi.

“Bagus, bagus, bagus. Lebih baik mati bunuh diri daripada mati berpredikat sebagai koruptor. Semoga semakin banyak yang bunuh diri untuk menghindari jeratan hukum atas kasus korupsi.” Presiden berseloroh dengan senyuman ceria, di depan sejumlah awak media.
Presiden yang malah mendukung aksi bunuh diri ini jika dikaitkan dengan pendapat Gould & O’Carroll bahwa tidak ada bahkan lebih sedikit yang menyatakan tentang kenyataan bunuh diri adalah metode yang sia-sia untuk menyelesaikan masalah.

D.    Penutup
Kuatnya tema bunuh diri dalam cerpen “Bunuh Diri” memungkinkan cerpen tersebut dianalisis menggunakan teori psikologi yang secara khusus membahas mengenai gejala-gejala ketidaknormalan kejiwaan yaitu psikologi abnormal dalam psikologi abnormal ini kemudian dibahas macam-macam problem kejiwaan salah satunya adalah bunuh diri.
Dengan memahami bunuh diri yang dialami pelaku dalam cerpen ini, dapat disimpulkan bahwa menyebab munculnya bunuh diri adalah akibat dari kegagalan dan putus asa dari harapan yang tidak terpenuhi. Dan memilih untuk lari dari masalah kehidupan dengan cara bunuh diri.

 Daftar Pustaka
Davison,  Neale, dan Kring. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Durand, V. Mark dan Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Pratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kedaulatan Rakyat hari Minggu Pahing, 14 Desember 2014.

2 comments:

  1. infonya mantap...
    salam sukses..

    ReplyDelete
  2. seperti yang dikatakan sahabat ( Ali Bin Abi Thalib ra.) "Ikatlah ilmu dengan menulis."

    :) salam sukses.

    ReplyDelete