Dwi Puspaningrum
Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Yogyakarta
2013
Makalah yang ditulis untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah psikologi sastra.
BUNUH DIRI YANG MENJADI TRENDING TOPIC DALAM CERPEN
“BUNUH DIRI” KARYA MANAF MAULANA
(Cerpen
diambil dari Kedaulatan Rakyat, edisi Minggu Pahing, 14 Desember 2014)
A. Latar Belakang
Cerpen berjudul “Bunuh Diri” karya Manaf Maulana yang dimuat dalam rubrik Budaya koran
Kedaulatan Rakyat pada tanggal 14 Desember 2014 ini menceritakan tentang bunuh
diri yang sudah menjadi trending topic dalam
suatu negara. Peristiwa ini diawali oleh seorang pengusaha sekaligus politisi
yang bernama Gabrul merasa gagal karena capres yang didukung kalah. Dan Gabrul
harus menanggung hutang yang ditidak bisa dilunasinya. Akhirnya Gabrul
memutuskan untuk bunuh diri. Namun bunuh diri yang dilakukannya ini tidak
biasa, karena dalam proses bunuh dirinya itu ditayangkan di stasiun televisi.
Setelah meninggalnya
Gabrul, teman-teman Gabrul merasa terkejut sekaligus iri kepadanya. Mereka
tertarik untuk mengikuti Gabrul, bunuh diri yang ditayangkan televisi. Benar
saja, akhirnya banyak kemudian yang meniru bunuh diri ala Gabrul. Dan kasus
bunuh diri beruntun ini ditayangkan langsung sejumlah televisi dan menjadi trending topic di berbagai sosial media.
Hingga semakin banyak orang yang berlomba-lomba untuk melakukan bunuh diri
dengan ditayangkan di televisi dan diliput awak media.
Dari garis
besar cerita tersebut tampak bahwa cerpen
“Bunuh Diri” menceritakan kondisi para pelaku bunuh diri yang terjadi
dalam suatu negara dan telah menjdi trending
topic. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tulisan ini mencoba
memahami masalah bunuh diri yang dialami
pelaku bunuh diri dengan menggunakan teori-teori psikologi, terutama psikologi
abnormal.
B.
Bunuh Diri Kaitannya dengan Psikologi
Abnormal
Menurut Linehan
& Shearin (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427) banyak
profesional kesehatan mental kontemporer menganggap bunuh diri secara umum
sebagai upaya individu untuk menyelesaikan masalah, yang dilakukan dalam
kondisi stres berat ditandai pertimbangan atas alternatif yang sangat terbatas
di mana akhirnya penihilan diri muncul sebagai solusi terbaik.
Selanjutnya
menurut Baumeister (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427) Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari
penelitian dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa
beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan kuat untuk lari dari
kesadaran diri yang menyakitkan, yaitu kesadaran yang menyakitkan atas
kegagalan dan kurangnya keberhasilan yang diatribusikan orang yang bersangkutan
pada dirinya. Melupakan kenyataan dengan kematian tampak lebih dapat
ditoleransi daripada terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan akan
berbagai kekurangannya.
Stephens
berpendapat bahwa kesadaran yang diasumsikan menimbulkan penderitaan emosional
yang berat, mungkin depresi. Ekspetasi tinggi yang tidak realistis sehingga
kemungkinan gagal memenuhi ekspetasi tersebut, memegang peranan sentral dalam
perspektif tentang bunuh diri ini (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427).
Dan menurut
Pratiknya, bunuh diri dilakukan kerana kehilangan makna hidup dan harapan
hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa bahwa hidupnya
sia-sia. Akibatnya orang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Dalam peristiwa bunuh diri yang telah banyak
dilakukan oleh sebagian orang untuk mengakhiri hidupnya ini ternyata peran
media sangat berpengaruh terhadap meningkatnya bunuh diri dalam suatu wilayah. Hal
ini seperti pendapat Gould & O’Carroll
(melalui Durand & Barlow,
2006:329) tentang alasan orang ingin meniru sebuah tindakan bunuh diri,
pertama, peristiwa bunuh diri sering didramatisir oleh media. Disamping itu,
pemberitaan media seringkali menggambarkan metode-metode yang digunakan untuk
bunuh diri secara terperinci, sehingga dapat menjadikan pedoman bagi calon
korban. Hanya sedikit laporan tentang kelumpuhan, kerusakan otak, dan
konsekuensi tragis lain yang diakibatkan oleh percobaan bunuh diri yang tidak
tuntas, atau bahwa bunuh diri hampir selalu terikat dengan gangguan psikologis.
Yang lebih penting bahkan lebih sedikit lagi yang ditulis di media tentang
kenyataan bunuh diri adalah metode yang sia-sia untuk menyelesaikan masalah.
C.
Bunuh Diri yang Menjadi Trending Topic dalam cerpen “Bunuh Diri”
Pembahasan kali ini mengenai bunuh diri yang
dialami oleh para pelaku dalam cerpen “Bunuh Diri” karya Manaf Maulana. Cerpen
ini merupakan salah satu cerpen yang
mengangkat cerita tentang bunuh diri.
Dalam cerpen “Bunuh Diri” ini diceritakan bahwa
ada seorang tokoh bernama Gabrul yang ingin bunuh diri karena merasa gagal
total gara-gara capres yang didukungnya kalah pilpres. Dan kini Gabrul
menanggung hutang yang sulit untuk dilunasinya.
Sehabis menonton tayangan
langsung acara blususkan presiden di tv, Gabrul tiba-tiba ingin bunuh diri.
Sebagai pengusaha dan politisi dirinya merasa gagal total gara-gara mendukung
capres yang kalah pilpres. Sudah banyak uang dihabiskan untuk kampanye capres
yang didukungnya. Kini dirinya menanggung banyak utang yang sulit dilunasinya,
karena capres yang didukungnya kalah pilpres. Harapannya untuk bisa menikmati
uang dari proyek-proyek negara telah hilang.
Kasus bunuh diri yang ingin dilakukan oleh Gabrul
ini dapat dimasukkan ke dalam psikologi abnormal. Bunuh diri menjadi salah satu
pilihan untuk menyelesaikan masalah. Seperti yang diungkapkan Linehan &
Shearin (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427) banyak
profesional kesehatan mental kontemporer menganggap bunuh diri secara umum
sebagai upaya individu untuk menyelesaikan masalah, yang dilakukan dalam
kondisi stres berat ditandai pertimbangan atas alternatif yang sangat terbatas
di mana akhirnya penihilan diri muncul sebagai solusi terbaik.
Selain itu, pilihan bunuh diri yang ingin
direalisasikan oleh Gabrul karena ia merasa putus asa, capres yang didukungnya
kalah pilpres. Kini dirinya menanggung banyak utang yang sulit dilunasinya,
karena capres yang didukungnya kalah pilpres. Harapannya untuk bisa menikmati
uang dari proyek-proyek negara telah hilang. Atas dasar inilah Gabrul bermaksud
untuk melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapinya.
Hal ini dikuatkan oleh Baumeister (melalui
Davison, Neale, & Kring, 2006:427) Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari
penelitian dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa
beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan kuat untuk lari dari
kesadaran diri yang menyakitkan, yaitu kesadaran yang menyakitkan atas
kegagalan dan kurangnya keberhasilan yang diatribusikan orang yang bersangkutan
pada dirinya. Melupakan kenyataan dengan kematian tampak lebih dapat
ditoleransi daripada terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan akan
berbagai kekurangannya.
Kekalahan
Gabrul dalam pilpres dan gagalnya untuk ikut menikmati uang dari proyek-proyek
negara pada capres yang didukungnya membuat penderitaan emosional yang berat,
atau bahkan mungkin sampai depresi. Seperti pendapat Stephens bahwa kesadaran
yang diasumsikan menimbulkan penderitaan emosional yang berat, mungkin depresi.
Ekspetasi tinggi yang tidak realistis sehingga kemungkinan gagal memenuhi
ekspetasi tersebut, memegang peranan sentral dalam perspektif tentang bunuh
diri ini (melalui Davison, Neale, & Kring, 2006:427).
Bahkan bunuh
diri yang dilakukan dapat terjadi karena kehilangan makna dan harapan hidup.
Menurut Pratiknya, bunuh diri dilakukan kerana kehilangan makna hidup dan
harapan hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa bahwa
hidupnya sia-sia. Akibatnya orang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri. (Pratiknya, 1995:104).
Dalam cerpen “Bunuh Diri” peristiwa selanjutnya, Gabrul
berencana untuk melakukan bunuh diri yang ditayangkan langsung di televisi. Setelah
menentukan tempat yang dianggapnya cocok untuk bunuh diri akhirnya Gabrul
benar-benar melakukan bunuh diri.
“Aku akan bunuh diri dengan
cara seperti dihukum gantung sampai mati. Bunuh diri yang akan kulakukan harus
menghebohkan. Sebelumnya, aku akan mengundang wartawan berbagai media. Bagi
semua wartawan yang ingin meliput atau menayangkan langsung proses bunuh diri
bisa datang di lokasi.” Gabrul bergumam sambil membayangkan proses bunuh diri
yang akan dilakukannya, yang ditayangkan langsung oleh sejumlah stasiun tv dan
diliput pers dalam negeri dan luar negeri.
Gabrul lantas mengingat-ingat
sejumlah lokasi yang dianggap cocok untuk melakukan bunuh diri. Sekilas Gabrul
teringat pulau kecil bernama Pulau Panjang di wilayah Jepara Jawa Tengah yang pernah
dikunjunginya.
Ya, di pulau kecil itu ia akan
melakukan bunuh diri, dengan cara gantung diri, di depan sejumlah wartawan yang
diundangnya secara khusus. Waktu yang dianggap paling cocok untuk bunuh diri
adalah siang hari, agar kamera wartawan bisa merekamnya dengan
sejelas-jelasnya.
Setelah kematian Gabrul banyak teman-temannya yang
merasa terkejut sekaligus iri. Dan mereka merasa tertarik ingin menirunya,
bunuh diri dengan ditayangkan di televisi.
Hanya dirinya dan semua
wartawan yang diundangnya yang tahu bahwa dirinya akan bunuh diri. Karena itu
ketika siang itu tayangan langsung bunuh dirinya muncul di tv, banyak kawannya
yang terpana. Mereka terkejut, tapi juga iri. Mereka sangat tertarik ingin
menirunya: bunuh diri dengan ditayangkan tv.
“Semua yang hidup akan mati,
kenapa tidak bunuh diri seperti yang dilakukan Gabrul?” gumam seorang elite
partai yang merasa bosan berpolitik dan bahkan bosan hidup lagi. Lantas esoknya
bunuh diri seperti yang dilakukan Gabrul: ditayangkan langsung tv yang mengagetkan
banyak orang, tapi juga makin merangsang banyak orang yang sudah bosan hidup.
Kasus bunh diri yang dimulai oleh Gabrul ini
mendapatkan sambutan yang baik. Bahkan dari hari ke hari banyak orang yang
mengikuti jejal Gabrul.
Esoknya, lagi-lagi ada kasus bunuh
diri yang ditayangkan langsung di tv dan diliput berbagai media. Polisi sebagai
pelindung masyarakat gagal mencegah kasus bunuh diri yang sudah direncanakan
oleh pelakunya. Polisi mengaku kesulitan mencegah kasus bunuh diri karena
pelakunya bisa merahasiakannya dan juga menggap bunuh diri sebagai hak asasi
manusia.
Kasus bunuh diri beruntun yang ditayangkan di
televisi menjadi trending topic
diberbagai sosial media, dan menjadi tema talk
show yang digelar disejumlah stasiun dalam dan luar negeri. Anehnya tak ada
yang membully pelaku bunuh diri,
sebaliknya semua pelaku bunuh diri sebagai mana layaknya pahlawan bangsa,
karena logikanya pelaku bunuh diri nyata-nyata berani mati. Hal ini dapat
terjadi kerana adanya peran media yang menyebarluaskan informasi tentang bunuh
diri yang dilakukan oleh Gabrul, dan mendapatkan sambutan baik dalam
masyarakat. Sejalan dengan itu, Gould & O’Carroll (melalui
Durand & Barlow, 2006:329) tentang alasan orang ingin meniru sebuah
tindakan bunuh diri, pertama, peristiwa bunuh diri sering didramatisir oleh
media. Disamping itu, pemberitaan media seringkali menggambarkan metode-metode
yang digunakan untuk bunuh diri secara terperinci, sehingga dapat menjadikan
pedoman bagi calon korban.
Cara bunuh diri yang ditayangkan secara detail
membuat calon korban dapat menirukannya dan dijadikan pedoman. Disamping itu
tidak adanya pemberitaan yang menyebutkan dampak jika gagal bunuh diri sangat menyakitkan. Seperti
ungkapan Gould & O’Carroll (melalui Durand & Barlow, 2006:329) Hanya
sedikit laporan tentang kelumpuhan, kerusakan otak, dan konsekuensi tragis lain
yang diakibatkan oleh percobaan bunuh diri yang tidak tuntas.
Diakhir cerita, presiden di negara tersebut
mengatakan bahwa tindakan bunuh diri sangat baik daripada mati berpredikat
sebagai koruptor, presiden juga berharap semakin banyak orang yang bunuh diri
untuk menghindari jeratan hukum atau kasus korupsi.
“Bagus, bagus, bagus. Lebih
baik mati bunuh diri daripada mati berpredikat sebagai koruptor. Semoga semakin
banyak yang bunuh diri untuk menghindari jeratan hukum atas kasus korupsi.”
Presiden berseloroh dengan senyuman ceria, di depan sejumlah awak media.
Presiden yang malah mendukung aksi bunuh diri ini
jika dikaitkan dengan pendapat Gould & O’Carroll bahwa tidak ada bahkan
lebih sedikit yang menyatakan tentang kenyataan bunuh diri adalah metode yang
sia-sia untuk menyelesaikan masalah.
D.
Penutup
Kuatnya tema bunuh diri dalam cerpen “Bunuh Diri” memungkinkan
cerpen tersebut dianalisis menggunakan teori psikologi yang secara khusus
membahas mengenai gejala-gejala ketidaknormalan kejiwaan yaitu psikologi
abnormal dalam psikologi abnormal ini kemudian dibahas macam-macam problem kejiwaan
salah satunya adalah bunuh diri.
Dengan memahami bunuh diri yang dialami pelaku
dalam cerpen ini, dapat disimpulkan bahwa menyebab munculnya bunuh diri adalah
akibat dari kegagalan dan putus asa dari harapan yang tidak terpenuhi. Dan
memilih untuk lari dari masalah kehidupan dengan cara bunuh diri.
Daftar Pustaka
Davison, Neale, dan Kring. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Durand, V. Mark
dan Barlow. 2006. Intisari Psikologi
Abnormal. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Pratiknya, A.
1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Kedaulatan Rakyat
hari Minggu Pahing, 14 Desember 2014.
infonya mantap...
ReplyDeletesalam sukses..
seperti yang dikatakan sahabat ( Ali Bin Abi Thalib ra.) "Ikatlah ilmu dengan menulis."
ReplyDelete:) salam sukses.